Heraldjabar.id, Bandung – Kejaksaan Tinggi Jawa Barat telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan terkait Tindak Pidana Korupsi Penyimpangan dalam Pemberian Kredit di PT. BPR Intan Jabar pada Kabupaten Garut tahun 2018 s.d 2021.
Penyidikan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Nomor: Print-33/M.2/Fd.1/01/2023 tanggal 10 Januari 2022.
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Riyono SH.M.Hum., menjelaskan bahwa erhadap kasus tersebut sebelumnya telah dilakukan Penyelidikan sejak Akhir Tahun 2022 tepatnya sejak tanggal 22 Desember 2022 dan telah dilakukan permintaan keterangan terhadap 8 orang dari karyawan BUMD serta pihak lainnya.
“Bahwa pemegang saham PT. BPR Intan Jabar adalah Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebesar 51% senilai kurang lebih Rp. 44 miliar, Pemerintah Kabupaten Garut sebesar 39% senilai kurang lebih Rp. 34 miliar dan BJB sebesar 10% senilai Rp. 8,8 miliar, ” jelas Riyono, Kamis 12 Januari 2023.
Namun pada tahun 2021, ketiga pemegang saham tidak mendapatkan defident atas penyertaan modal tersebut.
“Bahwa penyertaan modal dari pemegang saham tersebut dengan kisaran puluhan Milyar, akan tetapi pada waktu nasabah akan mengambil tabungan/depositonya tidak bisa dengan alasan yang tidak jelas dari Pihak PT. BPR Intan Jabar Kabupaten Garut, ” jelas Aspidsus Kejati Jabar.
Kasipenkum Kejati Jabar, Sutan Sinomba menambahkan, bahwa hasil penyelidikan tim Pidsus Kejaksaan Tinggi Jawa Barat terhadap PT. BPR Intan Jabar Kabupaten Garut diketemukan penyaluran kredit fiktif dan kredit topengan dibeberapa cabang PT. BPR Intan Jabar Kabupaten Garut.
“Ada pemberian kredit fiktif dan kredit topengan dibeberapa cabang PT. BPR Intan Jabar Kabupaten Garut, sudah berlangsung sejak tahun 2018 sampai 2021 sehingga nilai rasio MPL PT. BPR Intan Jabar Kabupaten Garut cukup besar, ” jelas Kasipenkum.
Dirinya menegaskan, penyidikan dilakukan karena ada kerugian negara yang timbul atas dugaan Penyimpangan dalam Pemberian Kredit di PT. BPR Intan Jabar pada Kabupaten Garut tahun 2018 s.d 2021 mencapai sekitar Rp.10 Milyar.
“Proses penyidikan dilakukan untuk menetapkan tersangka, ” pungkas Kasipenkum Kejati Jabar.