HERALDJABAR.ID, BANDUNG – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jawa Barat menyampaikan bahwa usulan dana penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 sebesar Rp1,15 triliun.
Ketua KPU Jabar Rifqi Ali Mubarok mengatakan bahwa dana tersebut sebagai antisipasi dengan asumsi ada empat pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang ikut kontestasi.
Menurut dia, usulan anggaran tersebut dibuat dengan berkaca pada penyelenggaraan Pilkada Jabar 2018 yang diikuti empat pasangan calon. Jumlah anggaran pilkada saat itu sekitar Rp900 miliar.
“Betul, ini antisipasi, kan tidak menutup kemungkinan nanti ada banyak calon, apalagi Jawa Barat tidak ada incumbent, jadi bisa makin banyak. Kita asumsi tiga calon partai dan satu independen, kalau ternyata empat calon partai kan bisa bertambah. Problemnya kalau kurang, siapa yang nambah,” kata Rifqi, Jumat 22 September 2023.
Dia menjelaskan, dana Pilkada itu bersifat antisipasi karena secara konstitusi pihak KPU sebagai penyelenggara tidak bisa mencegah atau membatasi jumlah calon yang berlaga.
“Misalkan diefisiensi hanya cukup untuk tiga calon dan kita diminta membatasi untuk tiga calon saja, kan kita tidak bisa seperti itu. Karena makin banyak calon makin banyak dana yang dibutuhkan,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Rifqi, dana pilkada tersebut juga dihitung berdasarkan jumlah pemilih yang menembus sekitar 35,3 juta pemilih yang dihitung per suara memiliki dana setara Rp35 ribu, dengan kemungkinan ada perbedaan dengan jumlah pemilih saat pemilu yang akan digelar pada 14 Februari 2024.
“Bisa jadi bertambah karena pada 27 November 2024 ada pemilih yang usianya baru 17 tahun saat itu, bisa berubah kalau ada yang meninggal atau sudah tidak berdomisili di situ,” bebernya.
Rifqi memerinci komponen pembiayaan dana Pilkada Jawa Barat yang paling besar proporsinya adalah honor panitia adhoc, yakni Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang angkanya mencapai 46 persen atau sekitar Rp500 miliar.
Komponen berikutnya adalah untuk kebutuhan logistik, semisal surat suara dan lainnya sekitar 24 persen atau senilai hampir Rp300 miliar.
“Sementara sisanya barang dan jasa lainnya, seperti debat kandidat, sosialisasi, kampanye (alat peraga kampanye),” katanya.
Untuk proporsi dana sosialisasi adalah 4 persen dari total dana pilkada, sementara alat peraga kampanye sebesar 5 persen dari dana keseluruhan.
Rifqi menambahkan selama periode pilkada, honor PPK dan PPS menjadi tanggung jawab provinsi, sementara untuk petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) akan dibiayai melalui anggaran kabupaten/kota setempat.
“Karena kalau tersendiri, pelaksanaan pilgub itu (anggarannya) bisa sampai Rp2 triliun,” pungkasnya.