HERALDJABAR BANDUNG – Sidang kasus korupsi terkait proyek Pasar Cigasong Majalengka yang digelar di Pengadilan Tipikor Bandung semakin menarik perhatian. Pada persidangan yang berlangsung Senin, 14 Oktober 2024, berbagai perdebatan panas muncul, terutama antara penasehat hukum terdakwa dan para saksi, memanaskan suasana sidang yang dipimpin oleh hakim Panji Surono.
Sidang yang dimulai pada siang hari hingga malam tersebut baru memasuki tahap awal pembuktian setelah melalui fase dakwaan, eksepsi, dan putusan sela. Ruang sidang II Pengadilan Negeri Bandung penuh sesak dengan pengunjung, menambah kesan riuh dan gerah.
Empat saksi dipanggil secara bergantian, yaitu Sumarsono Hadi, Direktur PT Pancakarya Garahatama; Heru Sulaksana, admin PT Purna Graha Abadi (PT PGA); Namina Nani Rosmayati, pengacara PT PGA; dan Nurul Agustiani, staf keuangan PT Tiara Mulya. Terdakwa Andi Nurmawan, Irfan Nur Alam, Arsan Latif, dan Maya juga hadir didampingi tim penasehat hukumnya.
Proyek Mangkrak
Kesaksian Heru Sulaksana menjadi sorotan saat ia mengungkap bahwa proyek Pasar Cigasong Majalengka, yang menjadi inti dakwaan, tidak pernah terealisasi. Ketika ditanya oleh penasehat hukum Andi Nurmawan, “Apakah proyek Pasar Cigasong Majalengka terealisasi?” Heru dengan tegas menjawab, “Tidak.” Jawaban ini memicu reaksi riuh dari pengunjung sidang, salah satunya berteriak, “Ini hanya angin kosong!”
Perdebatan tentang tidak adanya pembangunan pasar ini menggiring kepada pertanyaan penting terkait kerugian negara. Kuasa hukum terdakwa, Roy Jansen, berargumen bahwa tidak ada kerugian negara karena proyek tidak pernah dibangun, sehingga tuduhan korupsi terhadap kliennya menjadi lemah. Kondisi ini menimbulkan keraguan besar atas dakwaan yang diajukan jaksa.
Dakwaan Gratifikasi
Dalam dakwaan, para terdakwa dijerat dengan pasal gratifikasi. Jaksa mengajukan bukti bahwa terdapat transfer dana senilai lebih dari Rp 5 miliar dari PT Purna Graha Abadi ke PT KEB, yang diduga melibatkan beberapa instansi, termasuk Depdagri, LSM, media, dan pihak berinisial “IN.” Namun, kesaksian dari Namina Nani Rosmayati, kuasa hukum PT PGA, membantah adanya aliran dana tersebut.
Namina menegaskan bahwa catatan keuangan yang disajikan oleh terdakwa Andi Nurmawan adalah kebohongan belaka. Menurutnya, inisial “IN” dalam catatan itu tidak merujuk pada terdakwa Irfan Nur Alam, melainkan merujuk pada uang yang diterima oleh Andi Nurmawan sendiri. Pernyataan ini didukung oleh hasil audit forensik yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Rudi Sanudin, yang menyatakan bahwa tidak ada aliran dana kepada terdakwa lainnya, termasuk Irfan Nur Alam.
Bukan Korupsi
Fakta lainnya yang terungkap dalam persidangan adalah bahwa perkara ini lebih merupakan masalah internal perusahaan antara PT Purna Graha Abadi dan terdakwa Andi Nurmawan, bukan kasus pidana korupsi. Dokumen terkait hasil audit forensik, mutasi rekening, dan kesepakatan damai telah diserahkan kepada Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. Namun, kejaksaan menolak dokumen tersebut, memutuskan untuk tetap melanjutkan kasus ini di Pengadilan Tipikor.
Sidang yang berlangsung hingga malam hari itu berhasil mematahkan beberapa tuduhan utama jaksa, termasuk dakwaan terkait aliran dana Rp 1,9 miliar kepada Irfan Nur Alam yang terbukti tidak berdasar. Fakta bahwa kasus ini lebih merupakan konflik internal perusahaan semakin memperkuat argumen para terdakwa bahwa tidak ada unsur tindak pidana korupsi dalam kasus ini.
Sidang Ditunda
Dengan semakin banyaknya bukti yang mematahkan dakwaan jaksa, sidang berikutnya yang dijadwalkan pekan depan diharapkan akan semakin menarik perhatian publik. Para terdakwa masih akan menghadapi kesaksian lebih lanjut yang dapat memengaruhi arah persidangan ini.
Sidang ditunda hingga pekan depan untuk pemeriksaan tambahan, sementara publik terus menanti kelanjutan kasus yang semakin terlihat seperti angin kosong. ***