HERALDJABAR, BANDUNG – Persidangan kasus dugaan korupsi proyek Pasar Sindangkasih, Cigasong, Majalengka, kembali digelar di Pengadilan Tipikor Bandung. Kali ini, sorotan tertuju pada Peraturan Bupati (Perbup) Majalengka No. 103 Tahun 2020, yang diklaim jaksa memiliki kejanggalan dalam penerbitan dan pengundangan tanggalnya. Di tengah perdebatan yang sengit, kesaksian dari empat mantan pejabat Majalengka membuka babak baru dalam kasus ini.
JPU Soroti Manipulasi Tanggal Perbup
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengklaim adanya manipulasi tanggal dalam Perbup No. 103/2020. Menurut JPU, tanggal penerbitan dan pengundangan peraturan tersebut sengaja dibuat mundur untuk memenuhi persyaratan administratif yang diperlukan dalam proses tender proyek Bangun Guna Serah (BGS). Hal ini, menurut JPU, bertujuan agar seolah-olah peraturan tersebut telah berlaku sebelum waktu penerbitannya yang sebenarnya.
JPU menekankan bahwa pemunduran tanggal ini diduga digunakan untuk meloloskan PT. Purna Graha Abadi sebagai mitra proyek, meski perusahaan tersebut tidak memiliki pengalaman sebelumnya dalam proyek serupa. Tuduhan ini memunculkan pertanyaan besar terkait integritas dan transparansi pemerintah daerah dalam mengelola proyek.
Kesaksian Saksi: Perbup Tak Bermasalah
Namun, di persidangan, kesaksian para saksi justru mengarah pada kesimpulan yang berbeda. Dede Supena, mantan Kepala Bagian Hukum Majalengka, menjelaskan bahwa Perbup No. 103/2020 telah disusun sesuai prosedur tanpa ada kejanggalan substansial. “Tidak ada konsekuensi hukum yang mengakibatkan batal demi hukum terkait perbedaan tanggal penerbitan dalam SOP kami,” ujar Dede di hadapan majelis hakim.
Pernyataan Dede diperkuat oleh Gun Gun, mantan Asda 2 dan ketua tim BGS, yang menjelaskan bahwa penyusunan peraturan tersebut sudah melewati tahapan disposisi dan kajian yang sewajarnya. “Penomoran dan tanggal penerbitan dilakukan sesuai alur administrasi yang ada, tanpa adanya arahan khusus untuk memundurkan tanggal,” tegasnya.
Proses Penomoran dan Implikasi Hukum
Terdakwa Irfan Nur Alam, yang mempertanyakan implikasi hukum dari perbedaan tanggal, juga menyoroti proses penomoran yang disebut sebagai “mengalir apa adanya” oleh saksi. Dede menjelaskan bahwa meskipun tanggal penerbitan Perbup terlihat dimundurkan, hal ini tidak mempengaruhi keabsahan peraturan itu sendiri. “Penomoran dan pengundangan tidak diperintah oleh siapa pun, termasuk terdakwa,” lanjut Dede.
Sidang Berlanjut: Mengungkap Fakta Baru
Sidang yang berlangsung dari pukul 11.00 WIB hingga menjelang magrib ini diakhiri dengan penundaan untuk pemeriksaan saksi lainnya pada pekan depan. Meskipun JPU berusaha keras menyoroti dugaan manipulasi administratif, kesaksian dalam sidang hari ini justru menguatkan posisi bahwa Perbup Majalengka No. 103/2020 tidak memiliki cacat hukum yang signifikan.
Kesaksian yang diungkapkan dalam persidangan ini menambah lapisan baru pada kasus korupsi yang kompleks ini, memicu pertanyaan publik tentang transparansi dan integritas proses lelang proyek pemerintah daerah. Sidang berikutnya diharapkan dapat membawa kejelasan lebih lanjut atas tuduhan yang ada dan dampaknya terhadap proses hukum terdakwa.***