HERALDJABAR, BANDUNG – Kasus pengadaan lahan proyek Tol Cisumdawu yang menyeret sejumlah pejabat dan pengusaha kini mengarah pada dugaan kesalahan administrasi, bukan tindak pidana korupsi seperti yang diduga sebelumnya. Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (5/11/2024), auditor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jawa Barat mengungkap bahwa masalah utama dalam proyek ini adalah prosedur administratif yang tidak sesuai, sehingga memerlukan evaluasi dan perbaikan.
Audit Internal: Temuan Administrasi yang Memerlukan Perbaikan
Irwan Teja Sukmana, auditor dari BPN, memberikan kesaksian bahwa audit ini adalah audit internal yang dilakukan atas permintaan BPN Jawa Barat. Ia menekankan bahwa hasil audit menunjukkan adanya pelanggaran administrasi dalam proses pengadaan lahan, bukan indikasi tindak pidana. “Kesalahan ini bersifat administratif, makanya kami merekomendasikan penilaian ulang agar dana negara digunakan secara efisien,” jelas Irwan.
Menurutnya, audit ini juga merekomendasikan langkah korektif untuk mencegah potensi kerugian negara akibat pelanggaran administratif. Penilaian ulang dianggap perlu agar prosedur pengadaan dapat sesuai dengan standar yang berlaku dan menghindari masalah serupa di masa mendatang.
Dana Konsinyasi Rp329,7 Miliar Masih Tertahan di BTN
Di persidangan, saksi Nurlela Purbani dari Bank Tabungan Negara (BTN) Sumedang menjelaskan bahwa dana konsinyasi senilai Rp329,7 miliar masih tersimpan di BTN. Dana ini dikirim oleh Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) secara bertahap dan dititipkan di Pengadilan Negeri Sumedang, menunggu keputusan hukum. “Dana konsinyasi tersebut masih ada di BTN, dan belum didistribusikan karena menunggu instruksi pengadilan,” ungkap Nurlela.
Dana konsinyasi ini disimpan di rekening BTN sebagai penitipan karena terdapat sengketa atas sepuluh bidang tanah yang terkait proyek ini. Setelah sengketa selesai, dana tersebut baru akan didistribusikan sesuai keputusan pengadilan.
Sengketa Lahan dan Proses Pembayaran yang Tertunda
Rini Rimayanti, Kepala Divisi Pendanaan Lahan LMAN, juga menjelaskan prosedur aliran dana dalam proyek ini. Dalam kondisi normal, dana konsinyasi dari LMAN langsung diberikan kepada penerima yang sah. Namun, untuk sepuluh bidang lahan yang bersengketa, pembayaran dititipkan di pengadilan agar distribusi dana dilakukan sesuai dengan keputusan yang final. “Pengadilan Sumedang menetapkan bahwa dana untuk sepuluh bidang ini dititipkan sementara di BTN hingga ada keputusan final,” terang Rini.
Kesalahan Administrasi Melibatkan Pejabat Penting
Kasus ini menyeret lima terdakwa, termasuk Direktur PT Priwista Raya, Dadan Setiadi Megantara, serta pejabat BPN dan Pemerintah Daerah seperti Atang Rahmat dan Mono Igfirly. Kesaksian yang disampaikan auditor dan pihak terkait mengindikasikan bahwa para terdakwa terlibat karena kelalaian administratif, bukan karena adanya indikasi korupsi yang disengaja. Irwan menegaskan, “Ini adalah masalah prosedur, dan kami rekomendasikan agar diadakan penilaian ulang.”
Langkah Perbaikan: Evaluasi Menyeluruh untuk Transparansi
Sidang ini menunjukkan pentingnya perbaikan administrasi dalam proyek infrastruktur besar seperti Tol Cisumdawu, agar potensi kerugian negara tidak terjadi di masa depan. Tentu saja kasus ini menjadi pelajaran untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi dalam pengelolaan proyek-proyek penting.
Dengan temuan yang menunjukkan adanya pelanggaran administratif, majelis hakim diharapkan mempertimbangkan rekomendasi auditor untuk memperbaiki prosedur tanpa menjatuhkan hukuman berat. Keputusan ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi reformasi administrasi dalam proyek pengadaan lahan pemerintah di masa mendatang, menjamin bahwa dana publik digunakan dengan efisien dan transparan.
Komentar Penasehat Hukum Dadan
Pengacara Dadan Setiadi Megantara, Febri Hendarjat, SH., M.Hum, menerangkan, keterangan saksi dan fakta persidangan mengungkap ada keraguan dalam unsur perbuatan melawan hukum dan kerugian negara, sebagaimana didakwakan jaksa, yakni Pasal 2 Undang-undang Pemberantasan Tipikor.
“Keterangan saksi di persidangan kali ini terang benderang mengungkap ada keraguan terhadap perbuatan melawan hukum yang didakwakan jaksa,” ucap Febri.
Kemudian unsur kerugian negara, seiring dengan putusan Mahkamah Konstitusi soal uji materiil terkait kerugian keuangan negara, bahwa kerugian negara itu harus secara nyata terjadi (actual loss).
“Namun dalam perkara ini, saksi sudah menerangkan bahwa uang Rp 329 miliar yang dianggap kerugian negara menurut jaksa, uangnya masih ada di Rekening Pemerintah Lainnya (RPL) an Pengadilan Negeri Sumedang di Bank BTN, yang masih dalam rezim keuangan negara” katanya.
Oleh karena itu, kami selaku kuasa hukum merasa optimis terkait fakta sidang tersebut yang dianggap meringankan terdakwa tersebut.
“Dengan rangkaian fakta persidangan dan saksi Kami menyerahkan sepenuhnya putusan se adil-adilnya ke majelis hakim,” kata Febri.***