Eks Ketua KY, Eman Suparman: Proyek Tol Cisumdawu Tidak Rugikan Negara, Justru Beri Manfaat Ekonomi

- Hukum
  • Bagikan
Eks Ketua KY Eman Suparman dan juga ahli lainnya saat memberikan keterangan di Pengadilan Tipikor Bandung dalam sidang kasus korupsi proyek Tol Cisumdawu

HERALD JABAR, BANDUNG – Kasus dugaan korupsi dalam pembangunan proyek strategis nasional Tol Cisumdawu terus menarik perhatian publik. Sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung pada Kamis, 5 Desember 2024, menghadirkan saksi ahli yang diminta oleh kuasa hukum terdakwa H. Dadan Setiadi Megantara dan terdakwa lainnya. Keterangan para ahli memperkuat argumen bahwa proyek ini tidak menyebabkan kerugian negara.

Pendapat Ahli

Salah satu saksi ahli, Prof. Dr. Eman Suparman, S.H., M.H., mantan Ketua Komisi Yudisial (KY), memberikan pandangan tegas terkait aspek hukum perdata dalam pengadaan tanah untuk proyek nasional. Menurutnya, mekanisme konsinyasi yang digunakan dalam proyek ini memastikan pembangunan tetap berjalan meskipun ada sengketa tanah. “Dana ganti rugi dititipkan di pengadilan, dan proyek dapat terus berjalan. Tanah yang digunakan menjadi aset negara yang memberikan manfaat ekonomi besar,” jelas Eman.

Ia menambahkan bahwa tol yang selesai dibangun dan digunakan oleh masyarakat justru menghasilkan nilai ekonomis berupa pendapatan dan peningkatan logistik. “Sulit untuk menyatakan bahwa negara dirugikan jika proyek ini memberikan manfaat nyata bagi masyarakat,” tambahnya.

Pendapat Eman diperkuat oleh ahli hukum pidana, Prof. Dr. H. Nandang Sambas, S.H., M.H., yang menegaskan bahwa unsur memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi adalah elemen penting dalam membuktikan adanya tindak pidana korupsi. “Jika tidak ada pihak yang terbukti diperkaya, maka tidak ada kerugian negara yang bisa dibuktikan dalam kasus ini,” katanya.

Ahli Agraria

Ahli hukum agraria, Dr. Iing Sodikin Arifin, menyampaikan pentingnya penetapan lokasi (penlok) yang jelas dalam proyek strategis nasional. Menurutnya, ketidakpastian trase membuat masyarakat sulit menentukan tindakan terhadap tanah mereka. Ia juga menyoroti bahwa tanah tanpa sertifikat, seperti tanah adat atau girik, tetap memiliki hak atas ganti rugi jika dikuasai dengan itikad baik selama lebih dari 20 tahun.

“Ketidakpastian ini membuat masyarakat bingung dan terhambat memanfaatkan tanah mereka. Namun, dalam hal tanah adat atau girik, hak atas ganti rugi tetap berlaku selama ada bukti kepemilikan yang sah,” jelas Iing.

Ahli Penilai: Kekeliruan Bisa Direvisi

Ir. Hamid Yusuf, M.M., MAPPI, yang hadir sebagai ahli penilai, menegaskan bahwa kekeliruan dalam metode penilaian tanah dapat diperbaiki melalui revisi. “Kesalahan dalam penilaian, selama teridentifikasi, masih dapat diperbaiki sesuai standar dan kode etik yang berlaku,” ungkapnya. Hal ini membuktikan bahwa proses penilaian yang mungkin keliru tidak otomatis menunjukkan adanya unsur pidana.

Negara Justru Diuntungkan

Kuasa hukum terdakwa, Jainal Riko Frans Tampubolon, mengkritisi dakwaan yang menyatakan adanya kerugian negara dalam proyek ini. “Tol Cisumdawu telah selesai dibangun, digunakan publik, dan menghasilkan pendapatan bagi negara. Bagaimana bisa negara dianggap rugi jika proyek ini justru membawa manfaat ekonomi?” tegasnya.

Jainal juga menambahkan bahwa jika unsur memperkaya diri sendiri atau korporasi tidak terbukti, maka tuduhan kerugian negara dalam kasus ini harus batal demi hukum. “Proyek ini untuk kepentingan publik dan telah menjadi aset negara. Tidak ada dasar untuk menyatakan bahwa negara dirugikan,” lanjutnya.

Sidang ini menunjukkan bahwa tuduhan terhadap terdakwa semakin lemah dengan adanya keterangan dari para ahli yang memberikan perspektif berbeda. Para ahli menegaskan bahwa proyek Tol Cisumdawu tidak hanya memberikan manfaat ekonomi tetapi juga menjadi aset penting bagi negara.

Sidang akan dilanjutkan pekan depan. Kuasa hukum terdakwa berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan fakta yang telah terungkap dan memberikan keputusan yang adil bagi terdakwa.***

Stay connect With Us :
  • Bagikan