Lanjutan Sidang Pasar Cigasong di Pengadilan Tipikor Bandung: Lengkap Sudah! Tak Ada Aliran Dana ke Terdakwa, Tak Ada Kerugian Negara dan Proyek Tak Jadi

- Hukum
  • Bagikan
Kasus korupsi Pasar Cigasong Majalengka digelar di Pengadilan TIpikor Bandung dengan menghadirkan saksi Dede Riska Nugraha

HERALD JABAR, BANDUNG — Sidang kasus korupsi Pasar Cigasong Majalengka digelar pada Selasa 10 Desember 2024, sedianya akan menghadirkan bupati Majalengka terpilih Eman Sulaeman dan bupati Majalengka sebelumnya Karna Sobahi, namun keduanya pada waktu yang ditentukan tidak hadir di Pengadilan Tipikor Bandung di Jl LL RE Martadinata Kota Bandung.

Saksi yang hadir hanya Dede Riska Nugraha yang sudah tiga kali mangkir untuk datang ke persidangan. Dede Riska pun disebut sebut sebagai saksi kunci dalam kasus korupsi pasar Cigasong Majalengka. Dalam kesaksiannya di depan majelis hakim yang dipimpin oleh Panji Surono, saksi Dede malah lebih banyak menjawab lupa dan tidak tahu bahwa keterangannya meringankan para terdakwa.

Setidaknya sudah 23 saksi yang dihadirkan selama sidang kasus korupsi Pasar Cigasong digelar. Dari total 23 saksi yang dihadirkan, termasuk saksi kunci Dede Riska Nugraha, tak satu pun yang menyebut adanya aliran dana kepada terdakwa Irfan Nur Alam.

Sidang kali ini dipimpin oleh hakim Panji Surono, yang secara tegas meminta saksi Dede Riska memberikan keterangan secara jujur. Namun, dalam kesaksiannya, Dede Riska lebih banyak menjawab “tidak tahu” dan “lupa” atas pertanyaan terkait dugaan aliran dana dalam proyek tersebut.

Majelis hakim sempat menyindir kualitas kesaksian Dede Riska yang dianggap tidak sebanding dengan statusnya sebagai saksi kunci dalam dakwaan.

“Anda sudah dipanggil tiga kali oleh jaksa penuntut umum, dan disebut sebagai saksi penting. Tapi ternyata kesaksian Anda biasa-biasa saja. Banyak yang tidak tahu dan lupa,” ujar hakim Panji Surono kepada Dede Riska.

Fakta ini semakin memperkuat kesimpulan bahwa hingga saat ini, tidak ada bukti aliran dana yang diterima oleh Irfan Nur Alam maupun pihak Pemkab Majalengka.

23 Saksi Diperiksa

Dari 23 saksi yang telah diperiksa di persidangan, tidak satu pun memberikan keterangan yang menyebut adanya aliran dana kepada terdakwa Irfan Nur Alam. Bahkan, tidak ada satu pun saksi yang menyebut bahwa Pemkab Majalengka, termasuk Bupati Karna Sobahi, menerima aliran dana terkait proyek Pasar Sindangkasih.

Kesaksian ini bertolak belakang dengan dakwaan yang menyebut adanya aliran dana dalam proyek tersebut. Majelis hakim mencatat bahwa para saksi, mulai dari pejabat pemerintah hingga mitra swasta, tidak memberikan keterangan yang mengarah pada dugaan suap atau gratifikasi kepada terdakwa.

“Tidak ada satu pun saksi dari 23 saksi yang menyebutkan adanya pengalihan dana kepada Pemkab Majalengka atau kepada terdakwa Irfan Nur Alam. Ini menjadi poin penting dalam fakta persidangan,” kata kuasa hukum Roy Jansen kepada wartawan usai sidang.

Kesaksian Dede Riska Lemah

Dede Riska Nugraha yang disebut sebagai saksi kunci justru memberikan keterangan yang lemah.

Majelis hakim juga mempertanyakan konsistensi kesaksian Dede Riska, yang kerap berubah-ubah saat dimintai penjelasan lebih lanjut. Bahkan, ketika hakim bertanya soal pertemuan dengan Irfan, Dede Riska mengaku “tidak ingat secara pasti” dan lebih banyak memberikan jawaban “lupa”.

“Dari tiga kali panggilan jaksa, Anda tidak hadir. Lalu saat Anda hadir, kesaksian Anda justru tidak memberikan informasi yang konkret. Ini tentu akan kami catat dalam pertimbangan persidangan,” ujar hakim Panji.

Proyek Batal Dibangun

Fakta menarik lainnya yang terungkap di persidangan adalah bahwa proyek Pasar Sindangkasih batal direalisasikan. Artinya, tidak ada anggaran yang dikeluarkan dari kas Pemkab Majalengka. Fakta ini menguatkan argumen bahwa tidak ada kerugian negara dalam perkara ini.

Berdasarkan kesaksian para pejabat dan PNS yang diperiksa dalam persidangan, proyek Pasar Sindangkasih Cigasong Majalengka tidak pernah terealisasi hingga saat ini. Tidak ada pengalihan aset atau pencairan anggaran dari kas daerah untuk proyek tersebut.

“Kalau proyeknya tidak jalan, dari mana datangnya kerugian negara? Tidak ada penggunaan anggaran dan tidak ada pengalihan aset,” ujar penasehat hukum Andri Nurmawan, Dede Risnandar.

Majelis hakim mencatat bahwa pembatalan proyek ini menjadi poin penting dalam konstruksi perkara. Fakta bahwa tidak ada pengalihan aset dan tidak ada dana yang dicairkan memperkuat argumen bahwa tidak ada kerugian negara.

Terdakwa Dituduh Bersekongkol

Selain dugaan aliran dana, para terdakwa juga didakwa melakukan persekongkolan untuk memenangkan perusahaan tertentu dalam pengadaan proyek Pasar Sindangkasih. Namun, dari keterangan 23 saksi yang dihadirkan, tidak ada satu pun yang menyebut bahwa terdakwa memerintahkan proses pengadaan proyek dimenangkan oleh perusahaan tertentu.

Bahkan, saksi dari pihak swasta yang dihadirkan dalam persidangan membantah bahwa perusahaan mereka mendapatkan instruksi dari terdakwa atau pejabat Pemkab Majalengka untuk memenangkan pengadaan proyek.

Fakta ini menciptakan celah besar dalam dakwaan jaksa yang menuduh adanya persekongkolan pengaturan proyek. Hal ini menjadi catatan bahwa dari keseluruhan fakta yang dihadirkan dalam persidangan, tidak ada bukti kuat terkait persekongkolan tersebut.

Para Terdakwa dan Pasal yang Dikenakan

Kasus ini menyeret sejumlah nama dari kalangan pejabat hingga PNS di Pemkab Majalengka. Para terdakwa adalah:

1. Irfan Nur Alam – Mantan Kabag Ekbang Setda Majalengka dan anak dari mantan Bupati Majalengka, Karna Sobahi.

2. Arsan Latif – Pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan mantan Pj Bupati Bandung Barat.

3. Andri Nurmawan – Kuasa Direksi PT PGA, perusahaan yang diduga terlibat dalam pengadaan proyek tersebut.

4. Maya – Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Pemkab Majalengka.

Para terdakwa didakwa melanggar beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, antara lain:

Pasal 12 huruf e – Penyalahgunaan jabatan.

Pasal 12B ayat 1 – Penerimaan gratifikasi.

Pasal 11 – Penerimaan hadiah oleh penyelenggara negara.

Pasal 5 ayat 2 – Pemberian suap kepada pejabat negara.

Para terdakwa juga didakwa melanggar Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang persekongkolan tindak pidana.***

Stay connect With Us :
  • Bagikan