Ahli Bongkar Celah Hukum Proyek Tol Cisumdawu: Penlok Kadaluarsa hingga Kerugian Negara Diperdebatkan

- Hukum
  • Bagikan
Kasus korupsi proyek tol Cisumdawu sidangnya kembali digelar di Pengadilan TIpikor Bandung pada Kamis 12 Desember 2024 dengan menghadirkan 3 orang ahli yang dihadirkan oleh penasehat hukum terdakwa

HERALAD JABAR, BANDUNG – Sidang kasus dugaan korupsi pengadaan lahan proyek Tol Cisumdawu (Cileunyi-Sumedang-Dawuan) kembali memunculkan fakta-fakta mengejutkan. Keterangan dari tiga ahli kunci yang dihadirkan tim kuasa hukum terdakwa mengungkap celah hukum yang dapat melemahkan dakwaan jaksa. Sidang digelar di ruang utama Pengadilan Tipikor Bandung pada hari Kamis 12 Desember 2024.

Ketiga ahli tersebut adalah Yagus Suryadi, Ahli dari Kementerian ATR/BPN; Zaenal Mutaqin, Ahli Administrasi Negara; dan Dewi Kurnia, Ahli Keuangan Negara. Mereka memberikan pandangan yang berbeda terkait keabsahan Penetapan Lokasi (Penlok), kepatuhan terhadap Perda dan Pergub, serta definisi kerugian negara dalam konteks pengadaan lahan proyek Tol Cisumdawu.

Ahli ATR/BPN: Penlok Kadaluarsa

Pernyataan paling mengejutkan datang dari Yagus Suryadi, Ahli dari Kementerian ATR/BPN, yang menegaskan bahwa Penlok memiliki masa berlaku terbatas. Jika jangka waktu Penlok terlewati tanpa perpanjangan, maka dasar hukum pengadaan lahan tersebut dinyatakan gugur.

“Penlok itu ditetapkan gubernur dan memiliki masa berlaku selama dua tahun. Jika dalam dua tahun pengadaan tanah tidak selesai, maka masih bisa diperpanjang satu kali selama satu tahun. Tapi jika perpanjangan itu tidak dilakukan, maka kekuatan hukumnya gugur,” ungkap Yagus di hadapan majelis hakim yang dipimpin Panji Surono.
Pernyataan ini memunculkan celah hukum besar. Sebab, jika Penlok yang digunakan dalam proyek Tol Cisumdawu kedaluwarsa, maka pengadaan lahan yang berlangsung setelahnya dapat dianggap tidak sah.

Lebih lanjut, Yagus menegaskan bahwa pengadaan tanah yang dilakukan dengan Penlok kadaluarsa dapat digugat secara hukum oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan. “Kalau sudah kedaluwarsa, proses pembebasan lahan yang terjadi setelah itu bisa dianggap ilegal. Ini berpotensi digugat oleh masyarakat atau pihak-pihak yang merasa dirugikan,” tambahnya.

Pernyataan Yagus ini menjadi poin penting dalam pembelaan para terdakwa, yakni H. Dadan Setiaji (Direktur PT. Distaraya), Atang Rahmad dan Agus Priyono (mantan PNS BPN Sumedang), Ir. Mono, serta Uyun (Kepala Desa Cilayung). Kuasa hukum para terdakwa menyebut bahwa proses pengadaan lahan setelah Penlok kedaluwarsa seharusnya tidak bisa dijadikan dasar tuntutan hukum.
Ahli Administrasi Negara

Selain masalah Penlok, Zaenal Mutaqin, Ahli Administrasi Negara, menyoroti kesesuaian pengadaan lahan proyek Tol Cisumdawu dengan Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Gubernur (Pergub). Menurutnya, Penlok yang tidak sesuai dengan Perda atau Pergub dapat dibatalkan secara hukum.

“Jika kebijakan pengadaan lahan tidak sesuai dengan Perda atau Pergub, maka bisa dianggap sebagai perbuatan melawan hukum. Perda dan Pergub adalah produk perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh setiap instansi, termasuk dalam pengadaan lahan,” ujar Zaenal.

Zaenal menekankan bahwa regulasi di tingkat daerah, seperti Perda dan Pergub, memiliki kekuatan hukum yang wajib diikuti. Jika Penlok yang diterbitkan tidak sesuai dengan Perda atau Pergub, maka proses pengadaan lahan tersebut dapat dibatalkan.

Pernyataan Zaenal semakin memperkuat pembelaan kuasa hukum para terdakwa. Sebab, jika ada ketidaksesuaian antara kebijakan Penlok dan Perda, maka keabsahan pengadaan lahan proyek Tol Cisumdawu dapat dipersoalkan.

“Kalau ada ketidaksesuaian antara Penlok dengan Perda atau Pergub, maka kebijakan itu bisa digugat. Artinya, dasar pengadaan lahan proyek ini bisa dipatahkan,” ujar kuasa hukum terdakwa H. Dadan Setiaji dalam persidangan.

Ahli Keuangan Negara

Poin yang paling krusial dalam sidang adalah definisi kerugian negara. Dewi Kurnia, Ahli Keuangan Negara, menyebut bahwa proyek Tol Cisumdawu yang telah digunakan publik seharusnya tidak dapat dianggap sebagai kerugian negara.

“Kalau jalan tol sudah digunakan oleh masyarakat dan pemerintah sudah membayar ganti rugi kepada pemilik lahan, maka di mana letak kerugiannya? Konsep kerugian negara itu harus jelas,” ujar Dewi.
Pandangan ini mengundang perdebatan. Jaksa berpendapat bahwa kerugian negara tetap ada jika pengadaan lahan dilakukan tanpa mengikuti prosedur yang sah. Namun, Dewi menegaskan bahwa kerugian negara tidak hanya diukur dari aspek formalitas, tetapi juga dari manfaat yang telah dirasakan masyarakat.

“Kalau publik sudah menikmati manfaatnya, maka seharusnya kerugian negara perlu ditinjau ulang. Kerugian negara seharusnya berkaitan dengan kerugian material, bukan hanya soal prosedur,” tegas Dewi.

Pernyataan ini menjadi amunisi bagi kuasa hukum para terdakwa. Sebab, jika tol sudah digunakan oleh publik dan negara telah membayar ganti rugi lahan, maka tuduhan kerugian negara bisa dianggap tidak relevan.

Sidang Lanjutan

Sidang lanjutan kasus korupsi Tol Cisumdawu akan digelar pada Kamis pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi mahkota. Majelis hakim yang dipimpin Panji Surono diharapkan mempertimbangkan fakta baru yang diungkapkan para ahli.

Tim kuasa hukum kelima terdakwa, yakni H. Dadan Setiaji, Atang Rahmad, Agus Priyono, Ir. Mono, dan Uyun, optimis bahwa keterangan tiga ahli tersebut dapat memperkuat pembelaan mereka.

Seperti diungkapkan kuasa hukum Dadan Setiadi, Jainal Riko Frans Tampubolon yang menyebutkanbahwa keterangan dari saksi ahli memperkuat pembelaan kliennya, mengingat keterangan ahli begitu gamblang terkait kadaluarsanya Penlok yang dapat menggugurkan dasar hukum pengadaan tanah. Tiga ahli dari bidang administrasi negara, keuangan negara, dan agraria memberikan keterangan yang jelas dipersidangan.***

Stay connect With Us :
  • Bagikan