HERALD JABAR, BANDUNG – Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung Kelas IA Khusus, H. Sucipto, S.H., M.H., resmi melaporkan kasus pemalsuan dokumen yang mencatut nama institusi pengadilan ke Polrestabes Bandung. Kasus ini melibatkan pemalsuan Surat Perintah Penangkapan dan Pembekuan Aset yang menyebabkan kerugian puluhan hingga ratusan juta rupiah, sekaligus mencoreng kredibilitas lembaga peradilan.
Dalam laporannya, H. Sucipto menyebutkan bahwa dokumen palsu ini mencatut nama Ketua PN Bandung, Wahyu Iman Santoso, S.H., M.H., serta dirinya sendiri sebagai hakim. “Dokumen ini sangat meresahkan. Tidak hanya mencemarkan nama baik pengadilan, tetapi juga menipu masyarakat,” ujar H. Sucipto, Senin, 14 Oktober 2024.
Detail Kasus Pemalsuan
Kasus ini terungkap pada Jumat, 11 Oktober 2024, ketika H. Sucipto menerima informasi dari Jaksa Kejari Bandung, Christian Dior, S.H., melalui pesan WhatsApp. Dalam pesan tersebut, terlampir dokumen yang menyerupai Surat Perintah Penangkapan dan Pembekuan Aset. Surat tersebut mengatasnamakan PN Bandung dengan tanda tangan palsu Ketua PN dan hakim.
“Surat itu tidak pernah diterbitkan oleh PN Bandung. Bahkan tanda tangan yang tertera jelas dipalsukan,” tegas H. Sucipto.
Humas PN Bandung, Dalyusra, S.H., M.H., turut memberikan keterangan kepada wartawan di Media Center PN Bandung. Ia menegaskan bahwa surat tersebut tidak hanya mencatut nama Ketua PN dan hakim, tetapi juga memuat informasi palsu yang meminta transfer uang dari korban.
“Salah satu dokumen meminta korban mentransfer uang sebesar Rp92 juta. Dari laporan yang masuk, ada tiga dokumen dengan jumlah nominal berbeda,” ujar Dalyusra.
Dalyusra juga memperlihatkan dokumen palsu tersebut kepada wartawan, menunjukkan kop surat, logo pengadilan, dan tanda tangan palsu yang digunakan untuk menipu korban.
Langkah Hukum yang Diambil
Atas arahan Ketua PN Bandung, H. Sucipto membuat laporan resmi ke Polrestabes Bandung, yang terdaftar dengan nomor STBP/412/X/2024/JBR/POLRESTABES. Penyidik Polrestabes telah memulai investigasi dan menemukan indikasi bahwa dokumen palsu ini digunakan untuk menipu lebih dari satu korban. Total kerugian sementara diperkirakan mencapai Rp70 juta.
“Kami menyerahkan kasus ini sepenuhnya kepada aparat kepolisian. Pelaku harus segera ditangkap untuk mencegah kasus serupa terulang,” tegas Dalyusra.
Imbauan kepada Masyarakat
PN Bandung mengimbau masyarakat untuk berhati-hati terhadap dokumen yang mengatasnamakan pengadilan. H. Sucipto menegaskan bahwa pengadilan tidak pernah meminta transfer uang melalui surat resmi. Ia juga mengingatkan masyarakat untuk memverifikasi setiap dokumen mencurigakan langsung ke pihak pengadilan.
“Jika menerima surat yang mencurigakan, segera hubungi pengadilan atau pihak berwenang. Jangan sampai menjadi korban penipuan,” ujarnya.
Harapan untuk Penegakan Hukum
Humas PN Bandung Dalyusra mendukung penuh langkah hukum yang dilakukan oleh H. Sucipto. Ia juga berharap aparat kepolisian dapat segera mengusut tuntas kasus ini.
“Institusi pengadilan harus tetap menjadi simbol keadilan. Tindakan ini tidak hanya merugikan korban, tetapi juga mencemarkan integritas lembaga peradilan,” kata Humas PN Bandung.***