HERALD JABAR, BANDUNG – Dalam sidang dugaan korupsi revitalisasi Pasar Sindangkasih di Pengadilan Negeri Bandung Kelas IA Khusus, dua terdakwa, Andi Nurmawan dan Irfan Nur Alam, secara tegas meminta pembebasan. Fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan memperlihatkan banyaknya celah dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), memperkuat argumen pembelaan mereka.
Proyek yang Batal, Tuduhan Tanpa Dasar
Dakwaan terhadap Andi Nurmawan, Kuasa Direksi PT Purna Graha Abadi, dan Irfan Nur Alam, pejabat Kabupaten Majalengka, menyebut mereka terlibat dalam tindak pidana korupsi terkait administrasi tender revitalisasi pasar. Namun, proyek tersebut tidak pernah dilaksanakan. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang validitas tuduhan.
“Jika proyeknya tidak pernah terealisasi, bagaimana mungkin ada tindak pidana korupsi? Tuduhan ini hanya memanfaatkan celah hukum,” kata Muhammad Mulia Ansori, S.H., penasihat hukum Andi Nurmawan.
Fakta persidangan juga menunjukkan bahwa tidak ada aliran dana atau penyalahgunaan wewenang yang dapat dibuktikan. Catatan tangan yang dijadikan bukti oleh JPU dianggap tidak relevan dan tidak cukup untuk mendukung dakwaan.
Relasi yang Tidak Harmonis, Lemahnya Pemufakatan
Hubungan tidak harmonis antara Andi Nurmawan dan Irfan Nur Alam menjadi salah satu poin penting dalam pembelaan. Ketidakharmonisan ini, menurut tim pembela, menghilangkan kemungkinan adanya pemufakatan jahat antara keduanya.
“Kami tegaskan, tidak ada kerja sama atau pemufakatan di antara para terdakwa. Fakta persidangan menunjukkan tuduhan itu tidak berdasar,” ujar Dede Kusnandar, S.H., penasihat hukum Irfan Nur Alam.
Intrik Politik di Balik Dakwaan?
Kasus ini juga diduga memiliki dimensi politik menjelang Pilkada serentak. Irfan Nur Alam disebut-sebut sebagai target serangan politik untuk menjatuhkan kredibilitasnya sebagai pejabat. “Hukum seharusnya berdiri netral, bukan menjadi alat politik,” tambah Mulia Ansori.
Kesaksian di pengadilan menguatkan argumen ini. Tidak ada bukti sah yang menunjukkan pelanggaran hukum oleh para terdakwa, namun kasus ini tetap dibawa ke ranah pidana.
Harapan Akan Keadilan
Melalui pledoinya, Andi Nurmawan dan Irfan Nur Alam meminta majelis hakim untuk membebaskan mereka dari semua tuduhan dan merehabilitasi nama baik mereka. Mereka juga mengingatkan pentingnya asas in dubio pro reo, yaitu jika ada keraguan, maka keputusan harus berpihak pada terdakwa.
“Tidak ada bukti kuat yang mendukung tuduhan. Kami berharap keadilan benar-benar ditegakkan berdasarkan fakta persidangan,” ujar Dede Kusnandar.
Kasus yang Jadi Ujian Sistem Peradilan
Kasus ini tidak hanya menarik perhatian masyarakat, tetapi juga menjadi ujian besar bagi kredibilitas sistem peradilan di Indonesia. Apakah hukum akan berpihak pada keadilan, ataukah tunduk pada tekanan politik? Publik menantikan keputusan majelis hakim yang diharapkan memberikan keadilan yang hakiki.***