HERALDJABAR.ID, BANDUNG – Dalam dunia organisasi, dinamika kepemimpinan sering kali menjadi ujian bagi seorang pemimpin. Hal ini kini dialami oleh Donny Akbar, yang selama hampir lima tahun memimpin XTC Indonesia dengan berbagai tantangan. Namun, hanya beberapa bulan saja sebelum masa jabatannya genap, posisinya diguncang oleh manuver politik yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga Donny melakukan somasi kepada mereka yang diduga melakukan perbuatan jahat tersebut.
Dengan cara yang jauh dari etika organisasi, mereka merampas kepemimpinan Donny melalui jalur administratif dengan mengubah akta pendirian organisasi, melaporkan kepada notaris, hingga akhirnya mengantongi SK Kemenkumham terbaru tahun 2024 yang menetapkan Dudi Alamsyah sebagai ketua umum baru—semua ini didasarkan pada Munaslub yang tidak pernah ada alias fiktif.
Ironisnya, di tengah situasi yang jelas-jelas tidak sah ini, Donny masih dituntut untuk melaksanakan Munas ke-2 dan menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ). Sebuah tuntutan yang terdengar lebih seperti lelucon politik dibandingkan dengan mekanisme organisasi yang sehat. Bagaimana mungkin seorang pemimpin yang secara administrasi sudah “digusur” masih diminta untuk mempertanggungjawabkan jabatannya?
Namun, di luar permainan administrasi yang dilakukan oleh segelintir orang, fakta di lapangan menunjukkan hal yang berbeda. Di mata seluruh anggota XTC di berbagai daerah, Donny Akbar tetap Ketua Umum yang sah. Secara de jure, mungkin ada SK baru yang mengklaim perubahan kepemimpinan, tetapi secara de facto, loyalitas dan legitimasi masih berada di tangan Donny.
Kondisi ini tentu menjadi sebuah ironi besar—di satu sisi, ia dikatakan sudah bukan Ketua Umum lagi, tetapi di sisi lain, ia tetap menjadi pemimpin sejati bagi jutaan anggota XTC Indonesia. Sindiran paling tajam dari realitas ini adalah sebuah kepemimpinan yang diakui tanpa perlu mengemis legitimasi dari segelintir orang yang mengandalkan akrobat hukum untuk merebut kekuasaan.
Dalam konteks inilah, kehadiran Donny di acara deklarasi XTC SEXYROAD INDONESIA kembali menjadi bahan serangan. Seolah-olah kehadirannya adalah bentuk pengkhianatan, padahal Donny hanya menjalankan peran sebagai pemimpin yang memahami dinamika internal tanpa terburu-buru mengambil sikap konfrontatif.
“Saya hadir di berbagai acara organisasi bukan untuk berpihak atau membelah. Saya memahami bahwa ada dinamika di dalamnya. Yang terpenting adalah bagaimana kita semua tetap menjunjung nilai-nilai kebersamaan yang menjadi identitas XTC selama ini,” ujar Donny dengan nada diplomatis.
Dengan sikapnya yang tenang, Donny Akbar justru membiarkan fakta berbicara. Ia tak perlu berebut klaim, tak perlu membuat propaganda pembenaran. Sebab, pada akhirnya, kepemimpinan sejati bukan diukur dari selembar surat keputusan, tetapi dari siapa yang tetap dihormati, diikuti, dan dipercayai oleh para anggotanya. “XTC berbhineka tapi satu dan akan selalu bersatu untuk terus bergerak melakukan perubahan-perubahan untuk lebih baik dan bermanfaat.” Tutupnya.