HERALDJABAR.COM, CIANJUR – Pagi itu, bersama tiga teman baik saya, telah merencanakan perjalanan penuh antusiasme menuju Alun-Alun Cianjur. Kami telah mempersiapkan segala sesuatu dengan matang dan bersemangat menyusun agenda yang penuh harapan. Sebab perjalanan kali ini bakal memperkenalkan kami lebih jauh dengan keindahan salah satu kota di Provinsi Jawa Barat.
Kami memutuskan untuk menggunakan kereta lokal Sukabumi-Cianjur yang berangkat pukul 05:45 WIB. Rasanya, perjalanan pagi itu telah menjadi bagian dari petualangan seru yang bakal segera kami nikmati.
Namun seperti yang sering terjadi dalam setiap perjalanan, kami menghadapi beberapa kendala yang tak terduga. Hari itu, pemesanan ojek online kami mengalami masalah dan harus menunggu lebih lama dari rencana.
Akibatnya, kami terlambat sampai di stasiun dan kereta yang seharusnya membawa menuju Cianjur telah berlalu tepat pukul 07:07 WIB. Kami merasa sedikit kecewa, tapi tak menyerah begitu saja karena kereta berikutnya memang masih ada pada pukul 11:00 WIB. Walaupun rasanya terlalu lama untuk menunggu, sementara kami telah begitu bersemangat untuk segera berangkat.
Tak ingin membuang waktu berharga, kami memutar otak mencari solusi lain. Setelah beberapa saat berpikir, akhirnya kami memutuskan menggunakan bus sebagai alternatif.
Kami kembali memesan ojek online untuk menuju terminal dan dalam beberapa menit telah berada di lokasi yang tepat. Ketika memasuki terminal, kami melihat beberapa bus yang telah siap mengaspal ke Cianjur. Setelah melihat tarif yang sangat terjangkau, hanya Rp 15.000, kami langsung memutuskan untuk naik bus tersebut.
Pemandangan yang terlihat sepanjang perjalanan sangat menenangkan jiwa, dengan landscape perbukitan hijau, hamparan sawah dan cerahnya langit biru. Perpaduan itu seakan memberi dukungan bagi kami untuk terus melanjutkan perjalanan ke Alun-Alun Cianjur.
Apalagi, suasana di dalam bus juga terasa nyaman, tak terlalu ramai yang membuat kami bisa duduk santai dan menikmati suasana. Kami berbincang-bincang ringan, sesekali mengamati pemandangan yang berubah seiring dengan perjalanan menuju lokasi tujuan.
Tiba di Alun-Alun Cianjur
Perjalanan terasa singkat berkat suguhan keindahan alam yang menyegarkan mata. Setibanya di Terminal Pasir Hayam, kami melanjutkan perjalanan ke pusat kota Cianjur. Kami menggunakan Angkot 02 yang hanya mematok tarif sebesar Rp 5.000.
Sebagai orang yang baru pertama kali menginjakkan kaki di Cianjur, saya merasa kagum dengan kebersihan dan keteraturan kotanya. Jalan-jalan menuju pusat kota terlihat sangat tertata rapi berpadu bangunan-bangunan modern yang berdiri kokoh. Hingga lukisan-lukisan Asmaul Husna yang menghiasi beberapa bagian tembok di sepanjang jalan membuat kami merasa nyaman.
Tibalah akhirnya di Alun-Alun Cianjur, tempat tujuan yang selama ini kami idam-idamkan. Siapa sangka, pemandangan yang tak kalah memukau menyambut kedatangan kami.
Alun-Alun yang begitu luas dan bersih dengan bangunan megah masjid di tengah-tengahnya, langsung mencuri perhatian kami. Ada pula Monumen Al-Quran yang begitu besar dan megah, menjadi simbol kebanggaan. Keindahan dan ketenangan yang terasa membuat kami semakin menyukai Cianjur.
Kami berjalan-jalan mengelilingi Alun-Alun, menikmati setiap sudut kota dengan perasaan takjub. Lingkungan sekitar terlihat sangat terawat dengan banyaknya pepohonan rindang dan udara yang sejuk.
Mata kami semakin termanjakan oleh kehadiran para pedagang jajanan yang menawarkan berbagai makanan khas. Tentu saja, kami tak ingin melewatkan kesempatan berharga untuk mencicipinya. Makanan-makanan kecil pinggir jalan selalu menjadi daya tarik bagi kami, mengingat perjalanan yang cukup panjang membuat perut lapar.
Kami juga mengelilingi kota, menyusuri jalanan yang tertata rapi dan menikmati udara segar yang terasa menenangkan. Asrinya pemandangan kota membuat perjalanan terasa semakin sempurna, kami pun sangat nyaman. Seakan-akan semua yang terlihat dan terasa telah menyatu dengan kami.
Waktu terus berlalu dan tibalah saatnya menunaikan salat Dzuhur di masjid besar di tengah Alun-Alun Cianjur. Setelahnya, kami makan siang di Gacoan yang lokasinya tak jauh. Kami menikmati makanan dengan hati riang lantaran puas dengan perjalanan sejauh ini. Tak terasa waktu berlalu begitu cepat dan kami pun kembali ke Sukabumi.
Pulang Membawa Kenangan Indah
Untuk menghemat biaya, kami memutuskan menuju Stasiun Cianjur yang tak terlalu jauh dari Alun-Alun. Tapi setibanya di stasiun, suasana yang kami hadapi cukup mengharukan. Stasiun penuh sesak dengan banyak orang menunggu kereta api dan mengisi ruang yang sempit.
Tak lama kemudian, kereta yang kami nantikan akhirnya tiba dan suasana pun semakin ramai. Semua orang terlihat antusias, seperti menunggu sesuatu yang sangat spesial.
Pintu kereta terbuka dan seketika itu juga, orang-orang mulai berlarian masuk dengan begitu terburu-buru. Kami pun tak kalah semangat, berlari menuju gerbong yang telah menjadi incaran.
Saya dan Sasti berhasil menuju gerbong dua yang terlihat masih kosong. Sementara Dini dan temannya berlari ke gerbong terdekat dari jangkauannya.
Hanya saja, ketika naik ke dalam gerbong, ternyata kami tak mendapatkan tempat duduk. Alhasil, kami hanya bisa berdiri di antara dua gerbong, tepat depan pintu toilet. Setiap kali pintu terbuka, aroma tak sedap langsung tercium yang menambah kesulitan dalam perjalanan.
Meski begitu, kami tetap coba menikmati perjalanan, termasuk pemandangan yang terlihat dari balik jendela kereta. Sembari sesekali melihat apakah ada kursi kosong di sepanjang perjalanan. Sayang, harapan tak terwujud dan harus tetap berdiri hingga tiba di Stasiun Sukabumi, titik akhir perjalanan.
D Stasiun Sukabumi, kami bertemu kembali dengan Dini dan temannya. Walaupun perjalanan pulang terasa melelahkan, rasanya begitu puas dengan pengalaman yang telah kami dapatkan.
Memang, ada begitu banyak tantangan dan halangan yang kami hadapi sepanjang perjalanan. Tapi, Cianjur dengan segala keindahan dan ketertataannya membuat perjalanan kami tetap berkesan. Kami pulang dengan kenangan yang akan selalu tersimpan, sambil bercakap-cakap tentang betapa indahnya perjalanan yang penuh rintangan ini. (*)
Penulis: Rahma Aulia.